Orang miskin gak taku mati bos!!!

               Virus corona telah dinyatakan menjadi pandemi global oleh WHO pada 12 Maret 2020 lalu yang menandakan tidak terkontrolnya penyebaran virus tersebut. Sampai tulisan ini saya buat setidaknya ada 660 ribu kasus yang telah dilaporkan kepada WHO dari ratusan Negara yang terdampak oleh virus tersebut termasuk didalam nya Indonesia yang telah menyumbang sekitar 1200 kasus. Tentunya dengan menggilanya wabah tersebut, banyak Negara yang melakukan berbagai upaya dengan maksud untuk mencegah atau menjinakkan wabah tersebut. Ada banyak Negara yang menerapkan lockdown atau karantina wilayah yang dianggap efektif dalam menjinakkan penyakit tersebut, Negara yang menjadi tauladan adalah Negara cina yang merupakan tanah asal virus tersebut. Sebut saja Negara Malaysia, amerika dan italia yang menerapkan langkah tersebut karena jumlah kasus yang semakin menjadi-jadi, Indonesia tidak mengambil langkah lockdown secara total da lebih memilih himbauan untuk melakukan social distancing atau yang sekarang digalakkan dengan tagar #dirumahaja dan Work From Home yang dilaukan oleh berbagai Perusahaan dan sekolah dengan tujuan untuk menekan pergerakan virus tersebut menjadi seminim mungkin atau bahkan tidak sama sekali.

           Tapi dibalik langkah tersebut ada banyak rakyat yang semakin terpuruk, karena minimnya aktivitas maka sector ekonomi dan industri adalah sektor yang paling merasakan dampaknya. Pada tingkat mikro, ada banyak pedagang yang merugi karena penjualan yang menurun dengan tajam akibat minimnya aktivitas sosial yang terjadi dimasyarakat. Para pengusaha warteg yang biasanya kewalahan untuk melayani pegawai kantoran di waktu istirahat maka siang kini tidak lagi dapat merasakan keriweuhan tersebut, beberapa warteg bahkan sudah gulung tikar karena sudah ndak kuat menahan rugi dan tak kuat jika harus menghabiskan seluruh dagangannya sendiri,lebih tepatnya tak kuat hati. Beberapa waktu lalu saya sempat makan nasi goreng tektek yang ada didekat rumah sakit swasta yang bukan merupakan rumah sakit rujukan COVID-19, pedagang keliling tersebut sambat karena dagangannya belum laku sejak sore, padahal sudah larut malam dan rencana besok ia tidak akan berjualan karena sudah merugi sedari beberapa hari yang lalu. Penyedia moda transportasi umum pun ikut merugi, para pengemudi ojek online mengeluhkan penurunan penumpang hingga 50-60% pun dengan ojek konvesional. Hal yang sama jiga terjadi pada pengemudi taksi yang pendapatannya menggunakan sistem komisi, jadi ketika tidak ada penumpang maka tidak ada uang setoran, tidak ada uang setoran maka tidak ada uang yang dibawa pulang. Beberapa pengemudi taksi bahkan telah mengembalikan kunci atau sudah tidak bekerja lagi karena uang mereka untuk mencari penumpang lebih besar dari pada pendapatan mereka.

             Dari sisi industri pun sama saja. Hingga saat ini sudah banyak UMKM yang merugi, dilansir dari detin.com bahwa semua UMKM sudah merugi hingga 80% karena berkurangnya aktifitas produksi. Industri yang berskala lebih besar pun ikut kena getahnya, karena menurunnya nilai produksi mengakibatkan industri merugi, menurut data tahun 2018 setidaknya ada 2 juta orang yang bekerja dibawah 3 kelompok industri besar di jakarta dan hari ini mereka terancam terkena PHK karena kerugian yang dialami oleh kelompok industri tersebut. Meskipun presiden joko widodo menghimbau agar perusahaan tidak melakukan PHK tapi pada kenyataannya mereka tidak punyanpilihan lain untuk menutupi kerugian tersebut. Dan pahitnya PHK telah terjadi di beberapa sektor industri, contohnya pariwisata yang juga terkena dampak hebat karena hal ini, banyak travel agent yang telah mengajukan PHK karena pariwisata benar-benar mandeg dan alhasil tidak ada pemasukan sama sekali bagi perusahaan mereka. Bahkan ada beberapa perusahaan yang yerpaksa gulung tikar karena sudah merugi terlalu banyak.

           Dampak ekonomi dari wabah ini tidak hanya terjadi di indonesia karena kenyataannya krisis global sedang terjadi. Tak terbayangkan betapa ketakutannya orang-orang yang saya bahas diatas, mereka sudah cukup ngeri melihat media massa yang terus menciptakan badai berita tentang betapa berbahayanya corona ditambah lagi dengan bayang-bayang kemiskinan dan kelaparan yang makin lama makin mencekik urat leher mereka. Langkah-langkah yang dilakukan pemerintah pun seakan tidak berfungsi bagi mereka, karena WFH tidak berdampak pada mereka, penundaan kredit setahun pun tidak begitu berdampak pada mereka. Pada akhirnya semuanya kembali kemasalah perut, masih ingat dengan pasien yang lari dari rumah sakit? Apa alasannya lari? Ya karena takut keluarganya ndak bisa makan. Bagi mereka, lebih mengerikan melihat keluarganya sengsara karena tidak bisa makan, sengsara karena kehabisan uang darinpada terinfeksi virus mematikan. Dan ngerinya lagi, hal ini akan tetap berkelanjutan bahkan ketika wabah ini berakhir pun krisis tetap akan terjadi.

           Agaknya hal tersebut cukup untuk menggerakan kita untuk saling berbagi, sudah tidak penting lagi mencari siapa yang salah dan mana yang pantas dimintai pertanggung jawaban. Saling tuding-menuding tidak akan menyelesaikan apapun selain nafsu pribadi. Ironisnya lagi masih ada saja oknum nakal yang melakukan penimbunan dan perusakan harga pasar, ada pula yang melakukan panic buying dengan membeli kebutuhan rumah tangga sebanyak-banyaknya hingga terjadi kenaikan harga gila-gilaan dipasaran, bayangkan harga jahe sekilo saja sudah mencapai 60 ribu perkilo! Harga gula sudah naik separuh harga dan tebak siapa yang menjerit? Jelas kalangan masyarakat menengah kebawah. Agaknya pemerintah harus mengeluarkan langkah tegas untuk hal ini agar bisa dengan segera menyelesaikan dan tidak menimbulkan permasalahan yang lain. Hormat saya kepada tenaga medis dan relawan yang berada digarda depan dan semoga dunia lekas membaik.



Penulis :
Atsiruddin Priza Aufar
(Ketua Bidang Riset dan Pengembangan Keilmuan PK IMM Averroes Tahun 2019/2020)