“Optimasi Nilai Kepemimpinan Profetik Menuju IMM Averroes Berkemajuan”

Oleh: IMMawan Fuad Al Hariky, Kader Muhammadiyah,

Kader IMM Averroes FT UMS

 

Konsep kepemimpinan tidak pernah lepas dari sebuah proses interaksi antara pemimpin dan orang yang dipimpinnya. Kepemimpinan sendiri berasal dari kata pemimpin. Istilah pemimpin sering digunakan dalam konteks peran seseorang yang mampu mempengaruhi/mengarahkan orang lain guna mencapai tujuan tertentu. Pemimpin itu sendiri adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan tertentu di suatu bidang sehingga dia mampu mempengaruhi orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi pencapaian satu atau beberapa tujuan (Kartini Kartono, 1994).

Menurut Moeljono (2003), pemimpin adalah manusianya sementara kepemimpinan adalah sifat yang melekat kepadanya sebagai seorang pemimpin. Sedangkan menurut James M. Black (1961), kepemimpinan adalah kemampuan yang mampu meyakinkan orang lain untuk bersedia bekerja di bawah arahannya dalam kesatuan tim guna mencapai suatu tujuan tertentu  Kepemimpinan ini juga didefinisikan oleh Weschler dan Massarik (1961) sebagai pengaruh antar pribadi yang dijalankan dalam situasi tertentu dan diarahkan melalui proses komunikasi untuk mencapai tujuan tertentu atau lebih.

Berdasarkan definisi diatas, kepemimpinan dapat disimpulkan sebagai sebuah proses yang diterapkan oleh individu sebagai seorang pemimpin yang bertindak untuk mempengaruhi anggota kelompoknya guna mencapai sasaran dan tujuan yang telah disepakati bersama.

Allah SWT berfirman dalam Quran surah Al Baqarah ayat 30 yang artinya, “…… Sesungguhnya Aku hendak menjadikan di bumi seorang khalifah…..”. Secara kontekstual, kata khalifah di sini dapat kita artikan sebagai pemimpin. Sehingga, dari potongan ayat tersebut dapat kita simpulkan bahwa tujuan Allah menciptakan manusia ialah agar mereka (manusia) menjadi seorang pemimpin di muka bumi dalam rangka menyeru manusia lainnya untuk melakukan kebaikan, mencegah kemungkaran, menjalankan syariat Allah dan menjauhi laranganNya serta mengantikan golongan makhluk sebelumnya (jin) yang telah melakukan kerusakan di atas muka bumi. Sedangkan dalam kandungan surah Ali Imran ayat 110, dijelasakan bahwa umat Islam adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyeru kepada kebaikan, mencegah kemungkaran dan senantiasa beriman kepada Allah SWT. Kuntowijoyo (1991) menginterpretasikan ayat tersebut menjadi tiga nilai dasar, yaitu humanisasi, liberasi dan transendensi. Atau biasa lebih dikenal dengan sebutan Ilmu Sosial Profetik. Yang mana ketiga nilai dasar tersebut merupakan misi daripada kepemimpinan profetik.

Kata profetik berasal dari Bahasa Inggris prophet yang berarti nabi. Profetik berarti kenabian atau sifat yang ada dalam diri nabi. Yaitu sifat yang tidak hnaya mempunyai ciri sebagai manusia yang ideal secara individual-spiritual, tetapi juga menjadi pelopor perubahan, membimbing manusia ke arah perbaikan dan melakukan perjuangan tanpa henti melawan penindasan.

Kepemimpinan profetik dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain dalam mencapai suatu tujuan sebagaimana yang dilakukan oleh para nabi dan rasul. Kepemimpinan profetik sendiri dikenal dengan kepemimpinan yang membawa tiga misi sebagaimana yang disebutkan di atas, yaitu misi humanisasi, misi liberasi dan misi transendensi. Misi Humanisasi, ta’muruna bil ma’ruf, yaitu misi yang mengajak manusia pada kebaikan, memanusiakan manusia, mengangkat harkat hidup, serta menjadikan manusia bertanggung jawab tentang apa yang sudah ia kerjakan. Misi liberalisasi, tanhauna ‘anil munkar, kemudian membebaskan manusia dari belenggu keterpurukan dan penindasan, serta di dalamnya terdapat gaya memimpin yang menolak perbudakan, bukan gaya memimpin yang menjadikan anggotanya sebagai boneka dan hanya digunakan untuk kepentingannya semata. Sedangkan misi transedensi, tu’munina billah, yaitu misi yang memanifestasikan misi humanisasi dan liberasi berupa kesadaran ilahiyah yang mampu menggerakkan hati dan bersikap ikhlas terhadap segala yang telah dilakukan. Misi transendensi inilah yang menjadi misi penyempurna sekaligus misi yang menjaga niat ikhlas dari kedua misi sebelumnya.

Selain itu, di dalam kepemimpinan profetik, terdapat juga sifat-sifat dan karakter kenabian yang harus ada pada seorang pemimpin, yaitu siddik, amanah, tabligh dan fathanah. Siddik atau jujur merupakan nilai-nilai transedental dalam berpikir, bersikap serta bertindak yang mengacu pada kebenaran. Perilaku pemimpin yang siddik selalu mendasarkan pada kebenaran dari keyakinannya, bersikap adil, serta menghormati kebenaran yang diyakini pihak lain yang mungkin berbeda dengan keyakinannya, bukan malah merasa dirinya paling benar. Integritas merupakan kata yang tepat untuk menungkapkan sifat yang berhubungan dengan kebenaran dan kejujuran ini. Sifat siddik tersebut dapat diimplementasikan oleh Pimpinan IMM dalam menjunjung tinggi nilai kejujuran dan kebenaran yang berhubungan dengan aturan-aturan di IMM serta dalam menunaikan setiap kegiatan perkaderan yang ada. (Hayoloo…. Siapa yang sering bolos kegiatan di IMM dengan alasan ada kesibukan di ‘sebelah’. Padahal di ‘sebelah’ juga ga sibuk2 apa2 wkwkwk….. Laen kali kalo emg mager bilang aja mager… hehehe)

Sifat amanah dalam kepemimpinan profetik menghadirkan nilai-nilai tanggung jawab, dapat dipercaya, dapat diandalkan serta memiliki penilaian yang baik dalam menangani situasi. Karakter tanggung jawab, terpercaya atau trustworthy (amanah) adalah karakter pemimpin yang senantiasa menjaga kepercayaan yang diberikan oleh orang lain. Karakter amanah dapat menajamkan kepekaan batin seorang pemimpin untuk bisa memisahkan antara kepentingan pribadi dan kepentingan publik/organisasi. Pemimpin juga harus mampu menjaga konsistensi antara ucapan dan perbuatan. Sebagai contoh gambaran konsistensi dalam kepemimpinan di IMM adalah memiliki loyalitas serta harus konsisten dalam menjalankan keputusan dan kebijakan yang telah dibuatnya. (Hmmmm…. Berbicara tentang amanah dan kebijakan, bayar kas pimpinan juga termasuk amanah dan kebijakan yang harus ditaati lhooo…. Kuy yang belum bayar kas, bayar kuy… Jan lupa, bentar lagi Musykom XXVI juga harus bayar iurannya yaaa…)

Karakter tabligh dalam kepemimpinan profetik dapat ditunjukkan dengan memiliki sikap keterbukaan, kemampuan komunikasi secara efektif serta memiliki visi dan motivasi yang jauh ke depan. Seorang pemimpin memerlukan kemampuan komunikasi dan diplomasi dengan bahasa yang mudah dipahami serta mudah diamalkan oleh orang lain. Sosok pemimpin bahasanya harus berbobot, penuh visi, serta dapat menginspirasi para anggotanya. Ia terbuka akan informasi apapun yang wajib diketahui oleh anggotanya, mampu menyeru ataupun menyampaikan kebaikan, mecegah kemungkaran serta memanifestasikan keduanya dalam ketaqwaan kepada Allah SWT. Seorang pemimpin juga harus mampu mengimplementasikan karakter tabligh ini di dalam tubuh IMM. Salah satunya dengan terus saling mengingatkan kepada kebaikan, menegur mereka yang berbuat salah dan dapat juga dengan mengkritisi kebijakan-kebijakan yang tidak sesuai dengan nilai perjuangan ikatan dan persyarikatan. (“Kedepannya kita harus saling mengingatkan. Tapi kalo bisa jangan dengan Ngentul Mas” Tak bisa dipungkiri ‘Ngentul’ juga termasuk kedalam salah satu implementasi karakter tabligh…. Wkwkwkw)

Pemimpin dengan kepemimpinan profetik harus memiliki sifat fathanah/cerdas. Cerdas dapat diartikan memiliki kreativitas, peka terhadap kondisi yang ada, dapat melihat peluang menuju kemajuan, dapat menciptakan jalan keluar dari masalah, serta memiliki kecerdasan intelektual, emosional maupun spiritual. Pemimpin yang mengacu pada sifat fathanah adalah pemimpin pembelajar. Mampu mengambil pelajaran/hikmah dari pengalaman, percaya diri, cermat, inovatif, berkomitmen pada keunggulan, bertindak dengan motivasi tinggi, serta sadar bahwa yang dijalankan adalah untuk mewujudkan suatu cita-cita bersama yang akan dicapai dengan cara-cara yang etis. Kompetensi inilah yang penting untuk dimiliki seorang pemimpin. Salah satu implementasi karakter fathanah dalam kepemimpinan di IMM adalah dapat dengan cermat dalam mengambil sebuah keputusan dan mampu mengcounter setiap permasalahan yang masuk kedalam tubuh ikatan.

Berdasarkan terori kepemimpinan, tipe kepemimpinan profetik yang dicontohkan oleh Rasulullah termasuk ke dalam kepemimpinan situasional. Beliau mampu menerapkan beberapa tipe kepemimpinan  berdasarkan situasi yang dihadapi. Berikut tiga tipe kepemimpinan yang dijalankan oleh beliau, yaitu kepemimpinan otoriter, laissez faire dan demokratis. Kepemimpinan otoriter menggambarkan pemimpin yang mendikte, membuat keputusan sepihak dan membatasi partisipasi anggota. Seorang pemimpin otoriter dapat bersikap tegas kepada anggota ataupun pihak lain yang tidak sejalan dengan visi dan misi, ataupun aturan yang telah ditetapkan. Ketegasan juga harus diberikan kepada anggota yang melangggar aturan yang telah diepakati. Hal tersebut dicontohkan oleh Rasullullah dalam menghadapi orang kafir dan dalam melaksanakan aturan yang diperintahkan oleh Allah SWT. Implementasinya dalam kepemimpinan IMM adalah pemimpin tersebut harus tegas dalam menyikapi/memberikan sanksi kepada personal pimpinan yang menciderai nilai perjuangan pimpinan lainnya. Sering ditemukan tidak sedikit dari pimpinan yang hanya menumpang nama dalam structural. Dalam hal lain, tidak sedikit pula pimpinan yang tak sejalan dengan kebijakan yang telah disepakati bersama. Hal-hal tersebut harus mendapat tindakan tegas dari seorang pemimpin. Sikap otoriter juga diperlukan dalam mengambil keputusan yang mendasar dan mendesak seperti halnya dalam pembuatan kebijakan periodesasi.

Kepemimpinan laissez faire menggambarkan pemimpin yang memberikan kesempatan pada kelompok untuk membuat keputusan dan menyelesaikan pekerjaan atau masalah yang ada dengan cara yang pantas menurut mereka. Pemimpin mengarahkan anggota kepada tujuan yang ada, selanjutnya memberikan kesempatan kepada anggota dalam mewujudkan tujuan tersebut sesuai dengan inovasi yang mereka miliki. Hal tersebut berguna untuk menumbuhkan rasa tanggung jawab serta agar anggota dapat mengambil keputusan sesuai dengan kompetensi yang dimilikinya. Seperti halnya Rasulllah, dalam dakwahnya beliau tidak pernah memaksa para kafir untuk berislam, bahkan memberikan mereka kebebasan untuk memilih agama yang dipercayainya dalam rangka menumbuhkan tanggung jawab kepada pribadi masing-masing. Dalam kepemimpinan di IMM, seorang pemimpin dapat mengarahkan para anggota bidang guna mencapai tujuan yang telah disepakati. Dalam pencapaian tujuan tersebut dan dalam pelaksanaan kebijakan bidang, seorang pemimpin dapat menyerahkan sepenuhnya kepada anggota bidang sesuai dengan inovasi dan kompetensi yang mereka miliki. Dari sinilah seorang pemimpin menumbuhkan rasa tanggung jawab kepada para anggota bidang, terhadap apa yang harus mereka tuju, yang kemudian menjadi tujuan bersama ikatan.

Kepemimpinan demokratis menggambarkan pemimpin yang melibatkan para anggota dalam membuat suatu keputusan, membentuk sebuah mufakat, mendelegasikan wewenang serta menggunakan feedback untuk melatih para anggota. Kunci dari kepemimpinan ini adalah musyawarah. Dimana seorang pemimpin menjadikan musyawarah sebagai salah satu jalan dalam menyelesaikan sebuah permasalahan, sarana bertukar pikiran, serta menyerap kritik, saran dan aspirasi anggota dalam memutuskan suatu perkara yang belum ada kebijakannya. Rasulullah pun sering bermusyawarah dengan para sahabat apabila menemui sebuah perkara yang belum ada wahyunya dari Allah SWT. Dalam kepemimpinan IMM, seorang pemimpin harus memiliki sifat demokratis, tidak anti kritik, dan dapat menjadi penengah dikala terjadi permasalahan antar anggota. Seorang pemimpin yang demokratis harus mau mendengarkan setiap kritik dan permasalahan yang dihadapi oleh para anggotanya. Dengan sifat demokratis ini, seorang pemimpin dapat menunjang berjalannya proses demokrasi yang ada pada tubuh IMM, dimana setiap anggota memiliki persamaan hak dan kewajiban yang harus ditunaikan bersama. Dan dengan sifat demokratis ini pula, seorang pemimpin dapat menciptakan suasana kerukunan dan ketentraman dalam periodesasi yang ada.

Berdasarkan penjabaran di atas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan profetik yang diterapkan oleh seorang pemimpin dapat berubah-ubah sesuai dengan konteks dan masalah yang dihadapi. Dalam proses implementasi, kepemimpinan otoriter idealnya digunakan  dalam konteks penentuan kebijakan dan grand design pimpinan. Sedangkan kepemimpinan demokratis digunakan untuk mencari solusi dalam mencapai tujuan yang disepakati dan kepemimpinan laissez faire digunakan untuk memecahkan masalah yang dialami anggota dalam menjalankan tanggung jawabnya. Model kepemimpinan situasional yang dicontohkan oleh Rasulullah mampu menempatkan tiga tipe kepemimpinan diatas sesuai konteksnya. Konsep kepemimpinan profetik tersebut pada dasarnya mencontoh dari kepemimpinan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. Membawa tiga misi kepemimpinan yaitu misi humanisasi, liberasi dan transedensi, terdapat didalamnya sifat-sifat kenabian serta yang paling utama ialah seorang pemimpin harus mampu menjadi uswatun hasanah ataupun role model bagi para anggotanya. Hal tersebut merupakan salah satu alternatif model kepemimpinan yang dapat diterapkan di Ikatan Mahasiwa Muhammadiyah.

IMM bukan hanya sebagai organisator program kerja, tetapi IMM juga sebagai organisator perkaderan. Integritas, loyalitas, konsistensi, dan kompetensi sangat dibutuhkan untuk dapat menjadi dua organisator diatas. Billahi fii sabililhaq bukan hanya sebagai jargon atau slogan belaka, tetapi di dalamnya terdapat makna qosam/ikrar kepada Allah SWT untuk terus berada dalam jalan kebenaran. Begitu pula dengan jargon/slogan fastabiqul khoirots. Kalimat tersebut bukan hanya sekadar slogan, tetapi di dalamnya terdapat makna wasiat/nasehat untuk seluruh kader IMM terkhususnya diri kita sendiri, agar senantiasa bersemangat dalam berproses dan dalam berlomba-lomba melakukan kebaikan.

Semoga Allah meridhoi langkah dan gerakan kita dalam mengemban misi dakwah amar ma’ruf nahi mungkar. Guna terbentuknya akademisi Islam yang berakhlak mulia dan terwujudnya masyarakat islam yang sebenar-benarnya.

 

Billahi fii sabililhaq, aku berjanji kepada Allah untuk berada dalam jalan kebenaran. Fastabiqul khoirots, maka berlomba-lombalah dalam melakukan kebaikan.

 

“Gundul gundul pacul-cul, gembelengan. Nyunggi nyunggi wakul-kul, gembelengan. Wakul ngglimpang segane dadi sak latar. Wakul ngglimpang segane dadi sak latar”

 

وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا

“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka generasi yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.”

(QS. An-Nisa’ 4: 9)