HASIL KAJIAN PK IMM AVERROES FAKULTAS TEKNIK UMS TERKAIT

PASAL BERMASALAH DI SEKTOR LINGKUNGAN HIDUP DAN KETENAGAKERJAAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG OMNIBUS LAW




A.     PENDAHULUAN

Indonesia telah lama menggunakan konsep trias politica yang berarti pembagian kekuasaan menjadi 3 lembaga dan salah satunya adalah lembaga legislatif yang memiliki fungsi sebagai perancang melaksana dan pengawas pelaksanaan undang-undang yang menjadi salah satu instrument hukum sahnya dalam Negara Indonesia. DPR RI menjadi salah satu lembaga yang memiliki kewenangan sebagai lembaga legislatif yang tugasnya telah termaktub dalam UUD 1945 pasal 20 bahwa DPR memiliki fungsi legislasi untuk membentuk undang-undang yang pembahasannya dilakukan bersama presiden.

Pada tanggal 5 Oktober 2020, DPR RI melaksanakan sidang paripurna guna mengesahkan RUU Omnibus Law yang mana RUU ini telah mengalami penolakan dari berbagai elemen masyarakat. DPR seolah abai dalam mendengar aspirasi masyarakat dalam perancangan RUU Omnibus Law yang padahal DPR seharusnya menjadi perpanjangan tangan rakyat dalam pemerintahan pusat. Para pakar hukum menyoroti beberapa butir pasal dalam omnibus law yang dianggap bermasalah dan tidak berpihak kepada rakyat yang menyebabkan perlawanan dari beberapa elemen masyarakat pun tidak terbendung.

Menilik hal tersebut, maka PK IMM Averroes melakukan pengkajian terhadap RUU tersebut dan memfokuskan pengkajian terhadap klaster lingkungan hidup dan ketenagakerjaan yang lebih kurang berkaitan dengan disiplin ilmu keteknikan. Kajian ini didasarkan dari beberapa hasil pengkajian para pakar terkait dan bertjuan untuk memberikan percerdasan kepada kader IMM serta mahasiswa umum terkait isu nasional yang sedang terjadi di Indonesia.


      B. INDENTIFIKASI MASALAH DALAM RUU CIPTA KERJA 
           Lingkungan
  1. Penggantian pasal 25 huruf C dan 26 UUPPLH (2) yang menyangkut keterlibatan masyarakat    dalam penyusunan AMDAL. Dalam pasal 25 huruf C pengakuan terhadap eksistensi masyarakat dibatasi hanya masyarakat terdampak langsung dan relevan terhadap rencana usaha saja dan pada Pasal 26 huruf C Unsur pemerhati lingkungan dihilangkan dan hanya melibatkan masyarakat yang terdampak saja. Hal ini akan mereduksi hak dan partisipasi masyarakat dalam penyusunan dokumen AMDAL.
  2. Penghapusan Pasal 36 UUPPLH tentang ijin lingkungan sebagai dasar penerbitan izin usaha dan izin kegiatan dihapus dan Pasal 38 UUPPLH tentang pembatalan izin lingkungan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara juga dihapuskan.
  3.  Penggantian pasal 88 UUPPLH tentang tanggung jawab mutlak yang menghilangkan konsep strict lialibility dengan penghilangan frasa “tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan” yang mengakibatkan ketidakjelasan konsep tanggung jawab mutlak.
  4. Penghapusan Pasal 93 UUPPLH tentang hal gugatan masyarakat terhadap keputusan tata Negara. Hal ini dapat menutup segala upaya penegakan hukum perdata dan sanksi administratif yang dijamin oleh Pasal 93 UUPPLH.

          Ketenagakerjaan

  1. Perubahan Pasal 59 UU Ketenagakerjaan yang mengaburkan jangka waktu Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dan nantinya pengusaha dapat memperkerjakan pekerja dibawah PKWTT (Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu) tanpa batas waktu maupun batasan tertentu.
  2. Perubahan pasal 61 UU Ketenagakerjaan yang menambahkan poin bahwasanya suatu perjanjian kerja dapat berakhir ketika selesainya suatu pekerjaan tertentu, sehingga menjadi dalih untuk melakukan PHK secara tiba-tiba walaupun masih dalam masa kontrak.
  3.  Pengahapusan pasal 64 & 65 UU Ketenagakerjaan yang mengatur tentang Outsourcing dan Perlindungan kerja, sehingga outsourcing dapat dilaksanakan dengan bebas syarat.
  4. Penghapusan pasal 161 UU Ketenagakerjaan tentang pemberian surat peringatan sebanyak 3 kali sebelum di PHK, sehingga pekerja dapat terkena PHK sewaktu-waktu.
     C.  PENUTUP

IMM sebagai Organisasi Kemahasiswaan sepatutnya terus mengawal jalannya pemerintahan baik Legislatif maupun Eksekutif, jangan sampai Indonesia dikuasai oleh kekuatan oligarki yang mementingkan suatu golongan tertentu. Pembahasan RUU yang dirasa kurang berpihak kepada rakyat dan hanya memikirkan kepentingan golongan tertentu telah mengamini bahwa pemerintahan mulai digerogoti oleh kekuatan oligarki. Dalam kondisi seperi ini, maka perlu adanya aksi perlawanan terhadap kekuatan tersebut untuk menciptakan pemerintahan yang bersih dan berpihak kepada rakyatnya.