Apakah Swasembada Pangan Hanyalah Wacana?

Oleh: IMMawan Rohman Mucharom


Indonesia adalah negara agraris yang berarti sebagian besar penduduknya bekerja di sektor pertanian. Sebagai negara agraris, untuk urusan pangan harusnya Indonesia bisa swasembada pangan. Tetapi pada kenyataannya untuk memenuhi kebutuhan pangan, Indonesia masih harus impor beberapa komoditas contohnya beras, kedelai, jagung, gula, serta bawang putih.

Baru-baru ini beredar isu dimana pemerintah berencana mengimpor beras. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyebutkan bahwa impor beras sebesar 1 juta ton, yang terbagi menjadi 500.000 ton untuk Cadangan Beras Pemerintah (CBP) dan 500.000 ton sesuai kebutuhan Bulog. "Pemerintah juga melihat bahwa komoditas pangan itu menjadi penting, sehingga salah satu yang penting adalah penyediaan beras dengan stok 1-1,5 juta ton", terang Airlangga dikutip dari Kontan, Sabtu (6/3/2021).

Ia berkata, stok beras perlu dijaga karena pemerintah perlu melakukan pengadaan beras besar-besaran untuk pasokan beras bansos selama masa pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat. Selain itu, adanya banjir yang menerjang beberapa daerah mengancam ketersediaan pasokan beras. Politikus Partai Golkar ini mengeklaim bahwa pemerintah tetap melakukan pengadaan beras beras-besaran dari petani lokal. Upaya menjaga ketersediaan stok beras tersebut dilakukan melalui penyerapan gabah oleh Bulog dengan target setara beras 900.000 ton pada saat panen raya Maret hingga Mei 2021 dan 500.000 ton pada Juni hingga September 2021.

Sementara itu, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengatakan, rencana impor ini telah disepakati dalam rapat koordinasi terbatas, Kementerian Perdagangan bahkan telah mengantongi jadwal impor beras tersebut. Menurutnya, impor beras akan digunakan untuk menambah cadangan, pemerintah menyebutnya dengan istilah iron stock.

"Iron stock itu barang yang memang ditaruh untuk Bulog sebagai cadangan, dia mesti memastikan barang itu selalu ada. Jadi tidak bisa dipengaruhi oleh panen atau apapun karena memang dipakai sebagai iron stock”, jelas Lutfi. Sebelum pemerintah mengumumkan impor beras, pada Januari lalu ditemukan beredarnya beras impor asal Vietnam di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC). Masuknya beras ini terjadi kala stok beras nasional dilaporkan dalam kondisi aman tanpa gejolak harga yang berarti. Beras impor yang disebut berasal dari Vietnam ini dijual dengan harga Rp 9.000 per kilogram (kg), lebih rendah dibandingkan dengan harga eceran tertinggi (HET) beras medium dan premium yang masing-masing dipatok Rp 9.450 dan Rp 12.800 per kg untuk wilayah Jawa, Lampung, dan Sumatra Selatan.

Menurut keterangan dari presiden Indonesia, Ir. Joko Widodo pada Rabu (13/1/2021) bahwa setiap tahunnya negara mengeluarkan dana 33 triliyun untuk subsidi pupuk. Namun dengan subsidi sebesar itu kita masih harus impor beberapa komoditas. Kita tidak mendapatkan hasil maksimal dari dana sebesar itu. Hal itu terjadi karena masih banyak petani yang engan menanam komoditas-komoditas tersebut. Dikarenakan banyak masalah yang terjadi di kalangan petani dari susahnya mencari pupuk, masih mahalnya harga pupuk bagi petani, belum lagi dengan kondisi alam yang tidak menentu, hasil jualnya kalah dengan yang impor. Jika harganya disesuaikan dengan yang impor petani akan rugi karena biaya produksinya tidak tertutup.

Dimasa pandemi bidang pertanian menempati posisi yang sangat sentral. Karena dimasa seperti ini penting adanya ketersediaan bahan pangan pokok untuk keberlangsungan hidup. Tidak menutup kemungkinan akan terjadi krisis pangan. Akibat pembatasan mobilitas warga dan distribusi bahan pokok. Oleh karena itu pengelolaan yang berhubungan dengan pangan harus betul-betul di perhatikan. Pembangunan pertanian juga harus di seriusi secara detil terutama terhadap komoditas pertanian yang impor. Menurut Ir. Joko Widodo selaku presiden Indonesia kita tidak boleh hanya melakukan hal-hal yang konvesional, yang rutinitas serta monoton seperti sebelum-sebelumnya.

Harus ada evaluasi dari problem-problem yang sudah sering terjadi. Jika dirasa sistem yang sekarang terlalu kuno dan tidak relevan, harus ada sebuah teknologi yang sesuai dengan problem. Kita harus membangun Kawasan yang economic skill. Kita tidak bisa hanya fokus pada skala-skala kecil. Harus ada prioritas dalam skala besar agar hasilnya juga maksimal. Dengan kondisi alam Indonesia bukan hal mustahil bagi kita untuk menjadi negara swasembada pangan.

Kalau wacana impor beras ini dimunculkan, kasihan petani. Dengan mengimpor beras maka dampak terhadap petani adalah menurutnya harga jual gabah. Jika harga gabah turun maka biaya produksi tidak akan tertutup dengan demikian petani akan semakin dirugikan. Petani akan semakin malas untuk bertani dan swasembada pangan tidak akan terealisasi.