TRAGEDY OF THE COMMONS
DI TENGAH PANDEMI
Oleh :
Muhammad Arya Eka Putra
(Kader PK IMM AVERROES FT UMS)

        Semenjak adanya wabah Covid-19, seluruh dunia khususnya Indonesia mengalami dampak yang cukup signifikan dalam berbagai sektor, mulai dari sektor perhubungan, sektor pangan, dan  yang paling berpengaruh ialah dari sektor ekonomi. Dalam era pandemi ini, bisa dibilang bahwa sumber daya yang kita bagi bersama adalah kesehatan universal, dimana setiap orang selayaknya bisa mendapatkan porsi kesehatan sesuai dengan kebutuhan dari masing-masing individu. Bagi yang tidak sakit, mereka mendapatkan porsi kesehatan mereka dengan melakukan hal-hal yang dianjurkan untuk kepentingan bersama seperti Work From Home (WFH), keluar menggunakan masker, jaga jarak atau physical distancing, dan yang pasti tidak menyebarkan berita hoax, sebab ketika kita menyebarkan berita yang tidak-tidak, masyarakat kadang langsung mempercayainya tanpa menganalisanya terlebih dahulu sehingga menyebabkan kepanikan. Hal itu menyebabkan sistem imun di dalam tubuh akan down dan otomatis virus akan mudah masuk ke dalam tubuh. Lantas apa hubungannya dengan “Tragedy of the commons”?

       Tragedy of The Commons atau biasa kita kenal dengan istilah tragedi kepemilikan bersama adalah sebuah istilah ekonomi yang dicetuskan oleh William Foster Llyod pada tahun 1833 yang dimana dia menceritakan tentang tragedi dramatis sebuah kondisi ketidakbahagiaan. Ketidakbahagiaan ini terjadi akibat ulah kekejaman dari setiap individu manusia yang hidup di bumi untuk selalu menguasai alam dan selalu memanfaatkan kekayaan alam dalam memenuhi segala kebutuhannya. Jika disederhanakan, Tragedy of The Commons adalah situasi dimana individu di dalam sebuah sistem dengan sumber daya terbagi memilih untuk mendahulukan kepentingan pribadi di atas perilaku yang seharusnya dilakukan demi kepentingan bersama. Contoh yang bisa diambil dari pandemi ini adalah ketika ada individu yang bisa dibilang mampu untuk membeli kebutuhan pangan dan sebagainya memilih untuk menikmatinya sendiri. Dan ada beberapa individu yang bahkan bukan untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya melainkan hanya sekedar untuk hiburan, publisitas, kebutuhan instastory, konten, atau memamerkan opini pribadi.

           Tragedy of The Commons memperlihatkan bagaimana efek perbuatan dari satu individu akan merugikan sebuah kelompok secara keseluruhan. Bayangkan jika virus tersebut menyebar tanpa pengendalian. Kemungkinan kita terkena akan jauh meningkat karena siapapun di sekitar kita bisa saja sudah terinfeksi. Untuk saat ini, syukurlah masih banyak orang yang tetap berusaha menjaga sumber daya bersama tetap dimiliki secara adil. Jika rasanya sulit bagi kita untuk berbuat demi orang lain selain diri sendiri, coba ambil perspektif altruisme egoisme dimana kita mencoba untuk tidak mementingkan diri sendiri melainkan orang lain terlebih dahulu. Dengan membantu orang lain untuk memiliki kehidupan yang lebih baik, kita juga pada akhirnya akan meningkatkan kualitas kehidupan kita sendiri. Dan itu yang harus kita garis bawahi, selama pandemi maupun selepas pandemi ini berakhir. Kebaikan bersama pada akhirnya akan menjadi kebaikan untuk masing-masing dari kita juga. Dengan cara itulah kita akan membuat dunia yang lebih baik. Dan menurut saya juga masyarakat mau tidak mau harus bersiap mengahadapi tantangan hidup dengan Covid-19 karena sampai sekarang belum diketahui kapan pandemi ini akan berakhir serta menurut data terbaru pertanggal 25 Mei kasus bertambah sebanyak 479 orang dan total orang yang terjangkit virus ini sebanyak 22.750 orang. Doakan semoga dunia ini segera pulih terutama Indonesia. Tetap semangat menjalani hidup untuk membantu sesama dan tidak lupa untuk mentaati protokol yang ada. Panjang umur untuk hal-hal baik.