Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), Rangkuman Undang-undang atau aturan baru?



 Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), Rangkuman Undang-undang atau aturan baru?
Pandemi Covid-19 ini memasuki indonesia sekitar tanggal 2 maret 2020 yang diumumkan sebagai kasus pertama oleh Presiden Jokowi. Sampai saat ini kasus yang terkonfirmasi sejumlah 6.760 per (20 April 2020) dengan angka sembuh 747 dan meninggal 590 orang. Penambahan kasus baru perhari yang terus meningkat menjadi perhatian bersama bagi masyarakat dan pemerintah dalam menghadapi pandemi Covid-19 ini, upaya-upaya pencegahan dan pemutusan rantai penyebaran virus covid-19 ini terus digencarkan bersama-bersama, kebijakan-kebijakan lalu akhirnya dikeluarkan oleh pemerintah pusat seperti KEPPRES nomor 11 tahun 2020 tentang penetapan kedaruratan kesehatan masyarakat, PERPPU no.1 tahun 2020 tentang kebijakan keuangan negara dan stabilitas sistem keuangan untuk penanganan pandemi corona virus disease 2019 (covid-19) dan/atau dalam rangka menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan, PP no.21 2020 tentang pembatasan sosial berskala besar dalam rangka percepatan penanganan coron virus disease (covid-19) dan KEPPRES no.12 tahun 2020 tentang penetapan bencana non alam penyebaran corona virus disease 2019 (Covid-19) sebagai bencana nasional.
Dasar pemberlakuan PSBB
Kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) memang diatur pada UU no.6 tahun 2018 tentang kekarantinaan kesehatan pasal 15 ayat 2 huruf D sebagai salah satu tindakan kekarantinaan kesehatan, namun pada prakteknya dengan keluarnya PP no.21 tahun 2020 tentang pembatasan sosial berskala besar hanyalah seperti rangkuman dari undang-undang tentang kekarantinaan kesehatan karena memuat beberapa tindakan-tindakan yang dianjurkan untuk dilakukan dalam kekarantinaan kesehatan walaupun secara eksplisit mengambil istilah pembatasan sosial berskala besar sebagai salah satu upaya kekarantinaan kesehatan. Dalam PSBB ini beberapa poin harus dilakukan oleh suatu wilayah/daerah paling sedikit adalah peliburan sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan; dan atau pembatasan kegiatan ditempat atau fasilitas umum. Dalam Peraturan pemerintah ini pun disebutkan bahwa poin-poin diatas harus memperhatikan pemenuhan kebutuhan dasar penduduk seperti pelayanan kesehatan, pangan dan kebutuhan sehari-hari. Sedangkan pada UU no.6 tahun 2018 tentang kekarantinaan kesehatan pada pasal 55 ayat 1 dan 2 yang betanggung jawab atas kebutuhan hidup dasar dan bahkan sampai makanan hewan ternak adalah pemerintah pusat. Dengan demikian menjadi sangsi sekaligus dilema masyarakat dengan adanya kebijakan tersebut, pemerintah pusat seakan tidak sanggup untuk memenuhi kesediaan pangan masyarakatnya dan masyarakat pun butuh dan berhak mendapatkan itu. Dalam suatu diagram aliran kegiatan ekonomi (circular diagram flow) bahwa sektor rumah tangga dan sektor perusahaan saling berkaitan dalam kegiatan ekonomi. Pendapatan yang didapatkan dari sektor perusahaan digunakan oleh sektor rumah tangga untuk pemenuhan kebutuhan pokok, sedangkan sektor perusahaan membutuhkan sektor rumah tangga berupa tenaga kerja untuk melakukan produksi. Bila kegiatan-kegiatan seperti sektor perusahaan tutup maka kebutuhan pokok masyarakat seharusnya menjadi perhatian khusus dan tanggung jawab pemerintah pusat yang bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk memenuhinya. Salah satu contoh kota yang akan melakukan PSBB di Jawa tengah adalah Kota Tegal pada tanggal 23 April 2020, radar tegal memeritakan bahwa pemerintah kota tegal akan membagikan sembako sebelum diterapkannya PSBB ini, hal demikian yang memang seharusnya diperhatikan oleh pemerintah. Namun, Apakah stok pangan seperti demikian dapat mencukupi kebutuhan hidup masyarakat dalam kurun waktu yang masih belum ditentukan?. Strategi pemenuhan kebutuhan hidup dasar masyarakat sejauh ini belum diketahui seperti apa dalam penerapan PSBB tersebut.
PHK ditengah Pandemi covid-19
Corak produksi industri-industri yang ada di Indonesia rata-rata adalah Labor Intensive Production yang tentunya membutuhkan banyak tenaga kerja dibandingkan mesin sehingga dengan adanya pandemi covid-19 ini dan tutupnya perusahaan-perusahaan yang menerapkan corak produksi demikian maka banyak pekerja yang terkena PHK atau dirumahkan, sejumlah karyawan yang di PHK hampir mencapai 2 juta orang. Dalam UU no.13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan  sudah menegaskan bahwa PHK menjadi langkah terakhir yang harus ditempuh, sebelum melakukan PHK, UU ketenagakrjaan mengatur bagaimana pengusaha, buruh, serikat buruh, dan permerintah harus bekerja sama agar tidak terjadi PHK. Ada beberapa langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk menghindari PHK :
1.   Lakukan Dialog dua arah (Bipartit) : pengusaha dan pekerja bersama serikat pekerja perlu melakukan dialog secara transparan sejak dini dalam mengantisipasi kondisi ketenagakerjaan akbiat pandemi covid-9 ini. Pembahasan efisiensi, pengaturan jam kerja dan pembagian kerja juga perlu dilakukan dengan bipartit.
2.   Susun kebijakan ketenagakerjaan dalam situasi pandei Covid-19 ini : meliputi penerapan sistem bekerja dari rumah, social distancing, pembatasan sarana transportasi umum, dan lockdown terbatas yang saat ini sudah diterapkan dibeberapa pemerintah daerah. Keentrin tenaga kerja juga harus meninjau kebijakan secara berakala dan bila perlu menerapkan kebijakan misalnya pengurangan hari dan jam kerja, meliburkan/merumahkan pekerja sementara dan sebagainya.
3.   Realisasikan dan pantau paket insentif bagi pengusaha dan pekerja untuk bertahan : insentif ini berbentuk bantuan langsung dan potongan biaya untuk kebutuhan fasilitas yang disediakan pemerintah (listrik dan air). Kebijakan ini perlu dipastikan realisasi dan dipantau agartepat sasaran.
4.   Lakukan dialog tiga arah (tripartit) antara pengusaha, pekerja/serikat pekerja dan pemerintah
PSBB efektifkah?
 Diberlakukannya PSBB masih dianggap belum efektif dalam menghadapi pandemi covid-19 ini karena selalu terbelit dengan faktor ekonomi, masyarakat masih diperkenankan melakukan aktivitas sosial dengan pembukaan toko-toko sembako dan swalayan untuk memenuhi kebutuhan pokok yang sebenarnya hal-hal demikian rawan terkena virus covid-19 ini, hal tersebut bisa jadi karena ketidak siapan pemerintah dalam memenuhi kebutuhan hidup dasar masyarakat. Selain itu Peraturan pemerintah tentang PSBB cenderung birokratis seperti yang dikatakan oleh anggota komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay dan dikhawatirkan akan memperlambat tugas dalam penanganan covid-19 ini.
“Semoga pandemi Covid-19 ini cepat teratasi dan segera terselesaikan. Aamiin.”
#dirumahaja #negrikusegeralahmembaik #Lawancoronabersama

Sumber :              
PP no.21 tahun 2020 tentang pembatasan sosial berskala besar
UU no.6 tahun 2018 tentang kekarantinaan kesehatan



Oleh:
Muhammad Fatahillah
(Kabid Hikmah PK IMM Averroes FT UMS, Mahasiswa Teknik Industri UMS)


Lebih baru Lebih lama