KUBANGAN CINTA DALAM GELAS, KUBANGUN CINTA DALAM GELAS




       Budaya minum kopi di Belitong memang tak sekental Italia nun jauh disana, namun paling tidak warung kopi di pulau tamban gitu  adalah sebuah awal dari semangat dan wadah revolusi untuk skala kampung, agaknya itu yang tergambar dari warung kopi Usah Kau Kenang Lagi dimana Ikal bekerja sebagai petugas seduh sekaligus antar-antar juga cuci gelas. Sebuah warung sederhana yang tak lain  milik pamannya sendiri—seorang pengidap hernia yang heroik.

      Dalam novel kedua dari dwilogi Padang Bulan-nya Andrea Hirata ini Ikal dikisahkan (terpaksa) mengabdi di warung kopi tersebut demi bisa bersama Aling—sang tambatan hati—sambil menabung sikit demi sikit untuk masa depan mereka, meskipun tak henti-hentinya ia dihardik pamannya kerana pilihannya, bagaimana tidak, ia adalah satu-satunya lulusan Universitas Indonesia dan Universite Sorbonne yang menjadi yang bekerja pada warung kopi di pelosok Belitong, dan milik pamannya pula (bah! Bayangkan, jadi pelayan saja harus pakai orang dalam!)

     Bagaimanapun, itulah awal banyak hal-hal absurd terjadi, mulai dari affairnya dengan sebuah blender sampai dengan mengusahakan seorang perempuan bermain catur melawan laki-laki pada ajang tujuhbelasan, iya, bermain catur. Bagi masyarakat Belitong, catur bukanlah hal yang lazim untuk perempuan, sebagaimana kopi pada dekade-dekade yang lalu, apalagi bermain catur melawan seorang lelak pada ajang besar tahunan.

       Adalah Maryamah, seorang wanita yang tersakiti oleh lelaki yang pada akhirnya menjadi mantan suaminya, seorang jagoan catur , dan jalan yang dipilih maryamah sebagai sebuah wujud tekad yang bulat atas kemalangan nasib yang menimpanya, seorang awam yang tahu bahwa kuda berjalan “L” menantang jagoan catur!

       Kemudian malam-malam panjang berlalu tentang bagaimana Ikal dan komplotannya menyusun gerak langkah demi mewujudkan cita-cita seorang Maryamah yang kemudian menjadi pergerakan kiri yang sekiri-kirinya di kampung itu: seorang pegawai warung kopi multifungsi sinting yang kerap  menciptakan teori-teori aneh soal kopi dan para peminumnya menjadi penggerak perjuangan kesetaraan!

      Dan kopi, adalah sebuah cinta dalam gelas, membuat orang terdidik yang sebenarnya mampu hidup mapan dan tentram menjadi gusar dan gelisah dan mengotak-atik kenyataan serta bergabung pada sebuah anti kemapanan, ia hitam pekat, biar pakai gula atau tidak, sebuah kubangan, kubangan cinta dalam gelas, yang menggerakan hati nurani para pembuatnya, yang diam-diam menaruh gula pada gelas-gelasorang miskin agar kopi mereka tak sepahit nasibnya. Sebagaimana kata Aan Mansyur, kita lebih suka membicarakan buku ketimbang membacanya, kita lebih suka membahas suatu hubungan daripada merasakan cinta. Dan sebagaimana kita, mencari kopi terbaik dari kedai ke kedai, dan lupa bahwa ia seharusnya menjadi penggedor gagasan, bukan berhala yang patut dikumur-kumur lalu ditelan.

      Akhirnya Maryamah menang atas bajingan itu, tak lain atas bantuan dan pelatihan Ninochka, teman Ikal dari eropa timur yang menjadi grandmaster wanita pertama di negaranya.

Kopi adalah jatuh hati, dan jatuh hati selalu menjadi semacam demam: panas kening, manis dikenang.







Penulis :


Nanda Rijalul Fikri

Ketua Bidang Tabligh PK IMM AVERROES FT UMS 2019/2020)


Lebih baru Lebih lama