Bau Busuk Modernitas

Oleh : David Aprilianto

 

Modern. Ya, satu kata yang tentu sangat familiar ditelinga kita semua, tetapi apa kita tahu apa itu modern, bagaimana sejarah perkembangannya dan seperti apa bau harum dan busuknya modernitas yang sudah menjadi realitas keseharian kita ini.  Ketika kita mengkaji apa itu modernitas dan kapan kehidupan modern itu dimulai, maka kita harus kembali ke zaman abad pertengahan eropa yang sering disebut zaman Dark ageas atau zaman kegelapan eropa. Pada saat itu kekuasaan gereja katolik sangatlah dominan, sosok yang pertama kalinya mendirikan kanonisasi lembaga gereja adalah Santo Benediktus, dari waktu ke waktu kanonisai gereja katolik bercokol semakin kuat di eropa bahkan mencapai kekuasaan yang tidak terbatas karena mengklaim sebagai wakil Tuhan di muka bumi, hingga kerajaan-kerajaan eropa tunduk pada kekuasaan gereja. Yang menarik pada saat itu adalah gereja katolik abad petengahan ini membentuk mahkamah inkuisisi, mahkamah inkuisisi ini bertugas untuk melacak, mencari dan mengejar orang-orang yang pemikirannya bersebrangan dengan gereja, hingga yang paling tekenal yaitu pada saat Galileo galilei ketika ingin mengumumkan teori heliosentris diancam oleh mahkamah inkuisisi akan dibutakan matanya jika masih ingin mengungkapkan teorinya yang mana teori tersebut bersebrangan dengan gereja yang pada saat itu berteori geosentris. Kekuasaan gereja yang sewenang-wenang ini sering kali berelingkuh dengan kaum bangsawan eropa, sehingga pada suatu titik para pemikir humanis eropa mulai berpikir, “Kenapa para kaum bangsawan menindas rakyat ?, oh karena kaum bangsawan memperoleh legitimasi dari gereja”. Para pemikir terus berpikir, “kenapa gereja katolik menindas rakyat ? , oh karena dilegitmasi oleh Tuhan”. Para pemikir terus berfikir lagi, “kenapa Tuhan menindas rahyat ? , oh jangan-jangan gereja katolik hanya mencatut nama Tuhan saja”. lalu para pemikir terus berfikir lagi “kenapa Tuhan diam saja ketika namanya dicatut oleh gereja ?”. Sampai pada akhirnya para pemikir menyimpulkan bahwasanya “jangan-jangan Tuhan itu tidak ada”.

Semakin lama semakin banyaklah para pemikir yang tidak percaya dengan adaya Tuhan, tetapi tidak sedikit pula yang masih percaya dengan adanya Tuhan, sampai tiba pada suatu waktu para pemikir yang masih percaya dengan adanya Tuhan dan yang tidak percaya adanya Tuhan berkumpul di sebuah kolosium untuk mendiskusikan posisi Tuhan itu bagaimana selama berhari-hari, berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan sampai pada akhirnya para pemikir menyimpulkan dengan kalimat yang dikenal The God is the blind watchmaker yaitu dimana posisi Tuhan diibaratkan seperti pembuat jam buta, bahwasanya Tuhan memang yang menciptakan manusia tetapi Tuhan tak berhak mengatur-ngatur manusia, inilah yang menjadi awal munculnya sekulerisme, yaitu paham yang memisahkan kehidupan politik, sosial dengan agama, tetapi di sisi lain para filsuf yang tidak percaya dengan adanya Tuhan juga semakin banyak, sebagai puncaknya ketika Friedrich Wilhelm Nietzsche menuliskan dalam karyanya Sabda Zarathustra Nietzsche  menuliskan The God is Dead atau Tuhan telah mati, siapa yang membunuhnya, yaitu kita dengan ilmu pengetahuan. Pencerahan eropa inilah yang merubah paradigma eropa dari teosentrisme atau segala sesuatu itu terpusat pada Tuhan bergeser menjadi antroposentrisme atau segala sesuatu itu terpusat pada manusia, sehingga manusia menjadi homosentura yaitu manusia sebagai pusat tolak ukur segala sesuatu, era pencerahan eropa inilah yang menjadi gerbang masuknya masyarakat barat dan dunia ke era modernitas, yang berasal dari kata modem yang bisa diartikan sekarang atau saat ini, modernitas atau modern juga dapat diartikan sebagai proses penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam kehidupan sehari-hari manusia.

Karena paradigma eropa sudah menjadi antoposentrisme, manusia eropa waktu itu kemudian mulai meninggalkan doktrin agama, mitos-mitos, hal-hal ghaib, tahayul dsb dan beralih menjadi pola pikir rasional akhirnya ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang pesat, sehingga pencerahan eropa yang terjadi pada abad 14 dan 15 sampai abad 19 terjadilah revolusi industri. Singkatnya pencerahan eropa menyebabkan manusia itu begitu percaya dengan akal budinya atau rasionya, mereka percaya bahwasannya hanya rasionya yang dapat menyelesaikan segala persoalan dan memberikan kebaikan pada umat manusia. Pertanyaannya apakah betul demikian?, ternyata muncul para pemikir seperti Ulrich Beck, Anthony Giddens dll yg mengatakan bahwa ternyata modrnitas atau kehidupan modern itu menyimpan banyak resiko berikut teori dari Anthony Giddens dan Ulrich Beck yang menyatakan resiko-resiko akibat modrnitas

Anthony Giddens memunculkan konsep highrisk yang dimunculkan akibat modernisasi, setidaknya ada tiga poin sebagai berikut :

1.      Perkembangan iptek dalam persenjataan justru menciptakan senjata nuklir yang jika sewaktu-waktu ketika terjadi perang nuklir akan mengancam kepunahan manusia.

2.      Penggunaan teknologi dan bahan-bahan kimia dalam pertanian mengancam gagal panen karena hama yang muncul akibat pupuk kimia dan pestisida bersenyawa dengan bahan-bahan kimia dan sulit dibasmi. hal itu juga mengancam gagal panen diseluruh dunia.

3.      Aktivitas industri mengakibatkan lapisan ozon kian menipis dan bumi mengalami global worming dan ini mengancam kepunahan manusia.

Ulrich Beck memunculkan teori Risk Society yang dimunculkan akibat modernisasi, Ulrich Beck mengatakan bahwasanya segala aktivitas produksi dan konsumsi manusia modern itu mengandung risiko. Berikut setidaknya terdapat tiga ekologi atau macam risiko yang di sebutkan oleh Beck, antara lain : risiko fisik- ekologis (physical-ecological risk), risiko sosial (social risk), dan risiko mental (psyche risk)

  1. Risiko fisik ekologis, yaitu aneka risiko kerusakan fisik pada manusia dan lingkungannya, contohnya : Risiko yang diproduksi oleh manusia (man made risks), aneka risiko biologis yang “diproduksi” melalui aneka makanan, sayuran, hewan ternak, buah-buahan yang menciptakan aneka penyakit kanker, tumor ganas, syaraf, kulit, disebabkan oleh intervensi proses artifisial-kimiawi terhadap proses alam yang melampaui batas.
  2. Risiko sosial, yaitu aneka risiko yang menggiring pada rusaknya bangunan dan lingkungan sosial sebagai akibat dari faktor-faktor eksternal kondisi alam, teknologi, industri. risiko fisik “kecelakaan” (lalu lintas jalan, pesawat terbang, kecelakaan laut), “bencana” (banjir, longsor, kebakaran hutan, kekeringan), yang sekaligus  menciptakan pula secara bersamaan risiko sosial, berupa tumbuhnya aneka “penyakit sosial”: ketakpedulian, ketakacuhan, indisipliner, fatalitas, egoisme dan immoralitas.
  3. Risiko mental, yaitu hancurnya bangunan psikis, berupa perkembangan aneka bentuk abnormalitas, penyimpangan (deviance) atau kerusakan psikis lainnya, baik yang disebabkan faktor eksternal maupun internal.

Dengan rasionalitasnya manusia modrn ini menganggap segala sesuatu itu sebagai objek baginya sehingga mengakibatkan eksploitasi pada alam terjadi secara besar-besaran. Pada akhirnya ternyata kehidupan modern ini justru memunculkan risiko-risiko baru yang mengancam keberlangsungan hidup manusia itu sendiri sehingga cita-cita renaissance yang ingin membebaskan manusia dari belenggu justru hanya menjadi mitos belaka.

Diranah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kehidupan modern ini memisahkan atau tercerabut dari ilmu sosial dan filsafat , dalam modrnitas yang mendapat posisi yangg dominan adalah ilmu-ilmu eksakta yang dianggap ilmu pasti dan mengkesampingkan ilmu-ilmu sosial, humaniora. Bukti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tepisahkan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan filsafat adalah adanya perang dunia 1 dan 2 yang justru menciptakan senjata-senjata untuk membunuh manusia

Diranah sosial, kehidupan modern ini menciptakan birokrasi, bisa dikatakan birokrasi adalah anak kandung dari modernitas, kehidupan modern ada dua prinsip yang di agung-agungkan atau di junjung tinggi  yaitu efisiensi dan efektifitas tingkat tinggi, sehingga apapun yang tidak efektif dan efisien itu belum bisa dikatakan sebagai modern dan sebagai anak kandung modernitas ada beberapa karakter birokrasi seperti: spesialisasi, fomalitas berlebih, struktur hirarkis, keseragaman prosedur dan lain sebagainya. Ternyata kehidupan modern ini sangat dijiwai oleh birokrasi dan birokratisasi kehidupan.

Pada akhirnya apa yang dicita-citakan manusia pada zaman pencerahan eropa untuk membebaskan manusia itu menjadi mitos belaka karena manusia justru terjebak dalam brokrasi dan birokratisasi kehidupan, birokrasi dan birokratisasi kehidupan ini oleh Jurgen Habermas di istilahkan dengan purposive rational action atau tindakan yang sifatnya instrumental bertujuan, menurut hubermas modernitas ini memang penuh kekurangan tetapi bukan berarti kita harus menolaknya sama sekali yang terpenting adalah bagaimana birokrasi dan birokratisasi ini tidak mengkooptasi kehidupan kita sepenuhnya, maka diperlukan Communicative rational action atau tindakan rasional komunikatif, jadi modrnitas yang seakan sangkar besi perlu terus ditentang oleh negosiasi dan kompromi.

 

Begitulah kehidupan Modern yang begitu banyak kebusukan di dalamnya

Bersambung…. J