Sri Sultan Hamengkubuwono I

Arsitektur Kraton Yogyakarta Hadiningrat dan Simbolisasi Dakwah Islam

Oleh IMMawan Rohmad Mucharom

    Berbicara tentang arsitektur kraton Yogyakarta tentu tidak lepas dari peran Pangeran Mangkubumi. Adik dari Susuhunan Pakubuwana II raja Mataram kesembilan yang memerintah tahun 1726 – 1742 dan menjadi raja pertama Surakarta yang memerintah tahun 1745 – 1749. Pangeran Mangkubumi kemudian lebih dikenal sebagai sultan pertama Kasultanan Yogyakarta bergelar Sri Sultan Hamengkubuwono I. Beliau pula yang membangun kraton Surakarta untuk kakaknya setelah bedahnya kraton Kartasura setelah pemberontakan yang dilakukan Sunan Kuning atau Raden Mas Garendi di bantu pasukan china yang terusir dari Batavia.

    Cerita bermula dari pemberontakan China di Batavia kemudian China bergerak ke timur melewati jalan yang sekarang di sebut jalan pantura. Sepanjang perjalanan dipantura China membunuh banyak orang baik pribumi ataupu Belanda dan baru berhenti Ketika ketemu Pangeran Mataram yang terbuang bernama Raden Mas Garendi di daerah Semarang. Raden Mas Garende kemudian menjalin kerja sama dengan China dan memberi imbalan China akan menjadi warga istimewa di Mataram asalkan mereka mendukung Raden Mas Garendi menjadi raja. Kemudian Mas Garendi di angkat menjadi rajanya orang-orang China Mataram dan dikenal dengan nama Sunan Kuning. Kemudian orang-orang China menyerbu kesalatan ke kraton Mataram di Kartasura. Pada saat itu di Kartasura rajanya adalah Susuhunan Pakubuwana II. Akibat dari penyerbuan itu adalah bedahnya kraton Kartasura. Kemudian pada saat itu Susuhunan Pakubuwana II diselamatkan oleh adiknya yaitu Pangeran Mangkubumi dengan dibawa lari ke Ponorogo tepatnya di Tegalsari di pesantren Kyai Kasan Besari Sepuh. Pemberontakan China dapat di redam oleh Pangeran Mangkubumi di bantu Raden Mas Said yang kemudian lebih dikenal dengan Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara I. karena kraton sudah rusak Pangeran Mangkubumi berinisiatif untuk membuat kraton baru di desa Sala di tepi Bengawan Semanggi. Maka dari itu arsitek kraton Surakarta itu adalah raja pertama Kasultanan Yogyakarta yaitu Pangeran Mangkubumi.

    Setelah kraton jadi Pangeran Mangkubumi menjemput Susuhunan Pakubuwana II di Tegalsari untuk di ajak pulang ke kraton. Karena senangnya Susuhunan Pakubuwana II kepada adiknya karena jasanya sebenarnya Pangeran Mangkubumi di hadiahi daerah tersubur di Jawa yaitu daerah Sukowati yang sekarang di kenal dengan nama Sragen dan Ngawi. Namun sampai 3 tahun setelah itu tidak di berikan karena waktu itu patih dari Susuhunan Pakubuwana II yaitu Patih Pringgoloyo selalu mempengaruhi Susuhunan Pakubuwana II agar tidak jadi memberikan daerah Sukowati kapada Pangeran Mangkubumi karena kedengkiannya kepada Pangeran Mangkubumi. Sampai pada puncaknya Patih Pringgoloyo bersama Gubernur Jenderal Baron Van Imhoff mempermalukan Pangeran Mangkubumi didepan sidang istana. Hingga pada malam harinya Pangeran Mangkubumi mengetuk kamar kakaknya untuk meminta restu untuk perang melawan belanda dan direstui oleh Susuhunan Pakubuwana II. Bahkan pusaka-pusaka Mataram itu di berikan oleh Susuhunan Pakubuwana II kepada Pangeran Mangkubumi. Maka malam itu Pangeran Mangkubumi keluar dari kraton untuk memulai perang di ikuti dua pertiga pangeran yang lain. Perang berlangsung Sembilan tahun dari 1746-1755. Akibat dari perang itu Gubernur Jenderal Baron Van Imhoff dan Captain De Klerk mati. Perang berakhir karena siasat Belanda dengan memanfaatkan orang Arab Bernama Syarif Besar Syaikh Ibrahim yang menyamar sebagai utusan Sultan Turki untuk membujuk Pangeran Mangkubumi menghentikan perang. Pangeran Mangkubumi memang memiliki kemiripan dengan Sultan Agung yaitu menyukai sesuatu yang berbau Turki. Syarif Besar Syaikh Ibrahim menawari Pangeran Mangkubumi untuk menjadi sultan yang diakui Daulah Turki Utsmani jika mau menghentikan perang dengan membagi Mataram menjadi dua. Setengah akan di berikan kepada Susuhunan Pakubuwana III dan setengah lagi akan menjadi daerah kekuasaan Pangeran Mangkubumi. Karena Pangeran Mangkubumi mengira Syarif Besar Syaikh Ibrahim adalah benar utusan turki maka diterimalah tawaran itu. Kemudian dibangunlah kraton Kasultanan Yogyakarta Hadiningrat yang di arsiteki oleh sang raja itu sendiri yaitu Pangeran Mangkubumi atau Sri Sultan Hamengkubuwono I.

    Ketika kita pergi ke Yogyakarta, di selatan garis lurus dari kraton Yogyakarta ada bangunan yang disebut Panggung Krapayak atau Kandang Menjangan. Fungsi dari bangunan itu adalah kandang menjangan atau rusa dan tempat untuk pengintaian ketika Sultan hendak berburu. Ketika Sultan hendak berburu maka pintu dari panggung krapyak akan di buka dan menjangan atau rusa akan berlarian keluar dari kendang setelah itu sang Sultan akan memanah rusa dari atas kendang menjangan. Jika dilihat dari filosofi panggung krapyak melambangkan keberadaan diri di alam asali, bangunan tersebut merupakan simbol dari Rahim seorang Wanita dan mata panah ketika mengenai menjangan atau rusa adalah simbol pembuahan sel sperma terhadap sel telur. Desa didekat panggung krapyak dinamai desa mijen yang berarti tempat benih tumbuh atau simbol bahwa kehidupan itu berawal dari benih.

    Ketika kita jalan dari Panggung Krapyak ke Plengkung Gading maka sebelah kanan ada banyak di tanami pohon asem dan sebelah kiri banyak di tanami pohon tanjung. Karena pohon asem dan pohon tanjong merupakan simbol bayi yang baru lahir dan bayi yang baru lahir harus selalu di esemi atau di senyumi dan di sanjung atas nama Allah. Ketika sampai masuk ke Plengkung Gading atau Plengkung Nirbaya merupakan simbol harapan agar tidak ada mara bahaya dalam perjalanan menuju ke kedewasaan. Pada Plengkung Gading di tanami pohon sinom yang merupakan simbol anak sudah memasuki usia muda. Kemudian jalan masuk ke alun-alun itu ada lima yang melambangkan panca indera yang sudah lengkap. Lalu disekitaran alun-alun ditanami pohon pekel, pelem atau manga dan kweni yang jumlahnya berbeda-beda. Pekel berjumlah 61 yang berarti usia nabi Muhammad perhitungan kalender masehi. Manga berjumlah 63 yang berarti usia nabi hitungan kalender hijriah. Kweni berjumlah 64 yang berarti usia nabi hitungan kalender Jawa. Pakel, pelem, kweni juga memiliki filosofi masing-masing. Pakel adalah simbol aqil balik, pelem adalah simbol gelem atau mau menjalankan syariat, kweni adalah simbol wani atau berani bertanggung jawab atas setiap perbuatan. Karena sudah penuh menjadi orang dewasa.

    Diujung utara alun-alun selatan ditanami pohon cempora dan pohon soko. Pohon Soka merupakan lambang menstruasi karena bunganya berwarna merah. Sedangkan pohon Cempora bunganya melambangkan sel sperma atau lambing mimpi basah. Dan ketika keduanya bertemu maka merupakan simbol pertemuan benih laki-laki dan benih perempuan. Pada utara sitinggil terdapat halaman kamandungan yang ditanami manga yang menggambarkan benih dalam kandungan dan manga merupakan simbol kemauan bersama. Kemudian di tanam pohon jambu dersono yang menggambarkan saling mengasihi. Serta pohon kepel yang bermakna menyatu atau kempel.

    Setelah melalui regol gandung melati kemudian sampai pada halaman kemagangan. Gandung melati yang berarti warna hijau putih yang melambangkan pertumbuhan dalam kesucian saat kelahiran bayi yang kemudian tumbuh menjadi remaja yang menjalani tataran kehidupan menuju kedewasaan. kemudian sampai ke halaman kedaton dengan bangsal kencono tempat sultan bertahta yang di kelilingi pohon sawo kecik dan diapit oleh halaman kasatrian tempat para putra raja dan kaputren tempat para putri raja. Sang remaja di gambarkan telah sampai di kedewasaan dan kematangan sehingga sempurna sebagaimana seorang raja atau sultan yang dimuliakan dengan cahaya keemasan atau kencono dan selalu berbuat baik atau sawo kecik sarwo becik. Dan Kembali dapat menyatukan unsur laki-laki dan perempuan.

    Perjalanan sultan dari kedaton untuk bertahta di sitinggil eler saat grebek merupakan personifikasi manusia mencapai kesempurnaan spiritual sehingga menjadi insan kamil. Dari kedaton sultan melintasi regol Donopratopo yang terdiri atas unsur dono atau sedekah dan menjalin hubungan baik dengan sesama dan topo atau tafakur mendekatkan diri kepada Tuhan. Pada halaman Sri Manganti terdapat dua bangunan utama yakni bangsal Sri Manganti yang berarti menunggu menghadap raja dan bansal Trajumas yang berarti neraca emas. Keduanya melambangkan untuk menyiapkan diri menghadap Sang Khalik yang harus memiliki kemampuan untung menimbang dengan seksama.

    Berbekal kemampuan untuk menimbang seseorang dapat mawas diri memeriksa segenap panca indera yang di lambangkan dengan bangsal  Pancaniti. Di tempat ini sultan memimpin persidangan untuk memutus suatu perkara dengan adil dan bijaksana serta memerlukan kecermatan dalam memeriksa. Berlanjut di halaman kamandungan eler menuju regol Brojonolo yang menggambarkan ketajaman hati Nurani. Jajaran pohon Cengkir Gading di kemandungan mengisyaratkan kencenging piker atau kekuatan nalar. Secara keseluruhan di bagian ini menyimbolkan ketajaman hati dan kekuatan nalar. Di balik regol Brojonolo terdapat tangga mendaki sitinggil dan tembok penghalang atau Rateng Baturono yang berarti dalam kehidupan atau perjalanan ini kita tak lepas dari kesulitan atau jalan naik dan rintangan atau dinding penghalang yang harus kita tanggulangi.

    Dihalaman sitinggil ler terdapat bangunan bangsal Witono yang berasal dari kata wiwit atau permulaan yang melambangkan kesucian seperti di awal kehidupan. Didepan bangsal Witono terdapat bangunan kecil yang disebut bangsal  Manguntur Tangkil. Di tempat ini sultan bertahta dalam upacara besar seperti grebeg.  Meskipun kelihatannya banyak punggawa dan kawula yang menghadap sultan tapi pada hakikatnya sultan sendiri sedang menghadap atau tangkil penuh kesungguhan atau manguntur dengan bertafakur selama diatas tahta dengan pandangan lurus ke utara.[1]

    Aktifitas berkunjung ke Kraton Yogyakarta biasanya di awali dari Tugu Golong Gilik yang ujungnya bisa dilihat dari singgasana Sultan yang melambangkan kemanunggalan dan kebulatan tekat seorang hamba yang akan menempuh perjalanannya. Perjalanan ini melambangkan upaya pencapaian kesempurnaan seorang kawula yang menuju ke Gustinya. Di awali dari Jalan Marga Utama atau jalan keutamaan dilanjutkan ke Malioboro yang melambangkan kemulyaan itu perlu modal atau tafsir lain berarti maliho obor yang berarti menjadi cahaya untuk orang lain. Kemudian Marga Mulya atau berarti jalan kemulyaan. Untuk menuju kesebuah kemulyaan perlu melalui banyak rintangan yang disimbolkan oleh banyak gapura seperti Gapura Gladak, Panguraan Jawi dan Panguraan Lebet. Di tengah alun-alun utara terdapat sepasang pohon beringin yang dikurung pagar yang menggambarkan kesempurnaan seseorang ketika telah berjumpa dengan Gustinya. Beringin di arah barat bernama Kyai Dewandaru yang berarti cahaya keillahian. Sedangkan yang timur bernama Kyai Janandaru yang berarti cahaya kemanusiaan. Secara filosofis Kraton menggambarkan kesempurnaan seorang insan secara jasad dan rohani.

    Kemudian alun alun utara itu tempatnya rakyat, masjid di barat tampatnya ulama, kraton tempatnya Sultan. Pasar tempatnya saudagar dan letaknya harus jauh dari kraton berbahaya jika ada saudagar yang berkongkalikong dengan Sultan. Ketika saudagar akan berkongkalikong dengan Sultan maka akan diawasi rakyat dari alun-alun dan diawasi ulama dari masjid. 

    Kemudian simbol-simbol pada masjid Gedhe Kauman. Ketika kita berkunjung ke masjid Gedhe Kauman kita dapat melihat pada pagar masjid terdapat ukiran buah waluh. Ukiran waluh pada pagar merupakan simbol bahwa yang dapat melindungi manusia dari api neraka adalah meng-Esakan Allah atau Tauhid yaitu qul huwallohu ahad. Kemudian ada pohon sawo yang berjejer rapi adalah simbol sawu shufufakum yaitu lurus dan rapatkan shaf. Pada pojok masjid gedhe terdapat ukiran nanas merupakan simbol bahwa masjid adalah tempat berlindungnya manusia dari kejahatan (bisikan) setan yang tersembunyi sebagai mana tafsir surah an-nas. Pada serambi terdapat ukiran sulur yang saling berkaitan yang bermakna masjid adalah tempat tolong menolong. Terdapat pula ukiran pohon yang akarnya teguh menghujam batangnya kokoh dan buahnya sawo kecik yang bermakna bahwa manusia harus selalu berbuat baik dan harus berdiri pada kebenaran. Di tempat para mualimin mengaja terdapat ukiran salak yang merupakan simbol hadist wa man salaka thariqan yaltamisu fihi ilman sallallahu thariqan ilal janah yang artinya barang siapa yang meniti suatu jalan untuk mencari ilmu, maka Allah memudahkan untuknya jalan menuju surga.

    Terdapat ukiran wajik pada pintu masjid yang merupakan simbol surah Al Fajr ayat 23. Wa jiii-a yauma-izim bijahannama yauma-iziy yatazakkarul-ingsaanu wa annaa lahaz-zikroo yang artinya dan pada hari itu perlihatkan neraka jahanam, pada hari itu sadarlah manusia, tetapi tidak berguna lagi kesadaran itu. Dulu sebelum Pangeran Diponegoro di tangkap Belanda di depan pintu masjid Gedhe merupakan pengadilan syariah dan ukiran wajik adalah pengingat surah Al Fajr ayat 23 yang maksudnya menakut nakuti orang yang akan di adili. Sebelum datang pengadilan Allah di akhirat maka lebih baik akui dulu dalam pengadilan dunia. Kemudia pada kubah masjid Gedhe terdpat ukiran daun keluwih yang bermakna segala keluwihan itu datangnya dari Allah. Dan orang Jawa itu tabu jika menanam keluwih di depan rumah karena keluwih adalah simbol kelebihan dan maksudnya manusia tidak boleh pamer kelebihan. Maka dari itu orang Jawa kalua menanam pohon keluwih pasti di belakang rumah.[2]

 

     Kraton Yogyakarta memang menarik untuk dikaji selain memiliki nilai historis kraton juga memiliki nilai filosofi yang amat dalam. Kraton dibangun tidak sekedar menjadi tempat tinggal seorang Sultan atau Raja. Tetapi Sri Sultan Hamengkubuwono I membuktikan bahwa beliau mampu menjadi arsitek sebuah kraton yang depat digunakan sebagai sarana dahwah. Dakwah menggunakan simbol-simbol memang menjadi salah satu metode yang relevan dengan kondisi masyarakat. Simbol menjadi media dakwah yang sedikit lebih susah di hilangkan dari pada buku. Karena kondisi sosial politik pada waktu itu sangat memungkinkan untuk Belanda membakar kitab-kitab yang dibuat lalu di bukukan oleh ulama. Sri Sultan Hamengkubuwono juga membuktikan bahwa tugas seorang pemimpin tidak hanya memimpin tapi juga harus menjadi guru dan mau berdakwah untuk menyebarkan kebaikan. Pemimpin juga merupakan arsitektur peradaban. Perlu kita ketahui pula bahwa memang bentuk kraton Yogyakarta yang dapat kita lihat sekarang tidak sama persis dengan apa yang dulu di bangun oleh Sri Sultan Hamengkubuwono I. karena berbagai faktor yang menyebabkab beberapa bangunan rusak seperti tugu golong gilik yang akibat gempa akhirnya hancur dan di bangun ulang seperti yang kita tau saat ini sebagai tugu lilin. Lalu benteng kraton juga sudah hancur karena serangan tentara Inggris ke kraton Yogyakarta pada pada tahun 1812 dan yang tersisa sekarang tinggal pojok benteng dan plengkung gading.

 



[1] https://www.youtube.com/watch?v=ZO-pwqCf5jQ

[2] https://www.youtube.com/watch?v=rUHuVibouwQ