Semua Bermula dari Ramadhan
Lelaki itu nampak sedih dan murung, ia letih dengan apa yang ada disekitarnya, semua nampak memuakkan dan serba kotor; moral masyarakat yang jelas-jelas runtuh, kesenjangan sosial dan ekonomi sehingga orang miskin bergelimpangan di jalanan, rakyat kecil tersangkut hutang seperti layangan koyak yang bergantung di tiang listrik, juga tuhan-tuhan palsu yang dipajang para penguasa demi memenuhi perut mereka. Menepi adalah cara terbaik menjernihkan kepala dan hawa kusut di hati, dan dalam pengasingan itu—di sebuah goa diatas gunung—ia menemukan Tuhan. Ah, bukan, ia tak menemukan Tuhan, ia dihampiri pelayan Tuhan. Namus menghampirinya, lidah orang-orang Arab kelak menyebut makhluk itu Jibril, dan dunia mengenalnya sebagai Gabriel.
Lelaki itu adalah Muhammad SAW, seorang yang bersedih melihat sekitarnya yang serba semrawut, keresahan menahun itu menemui titik terang, ia adalah manusia terpilih. Dan semua bermula dari Ramadhan, saat Jibril menyuruhnya membaca, “Iqra!”, lelaki itu menggigil dan cuma bisa berkata, “aku tak bisa membaca”, ia buta aksara sebab ia cuma bekas gembala ternak yang beralih jadi juru dagang, tapi lelaki itu mulia, dan Tuhan memilihnya untuk memperbaiki segalanya; ketimpangan sosio-ekonomi, menghancurkan berhala para penguasa, dan menyembah yang satu; AllahTa’ala.
Semua bermula dari Ramadhan, risalah yang diserukannya selama 23 tahun padanya itu berawal dari Ramadhan, petunujuk yang diberikan padanya diturunkan diakhir Ramadhan, dan oleh sebab itu Ramadhan adalah titik awal. Seribu empat ratus tahun kemudian, umat yang dicintainya hidup dalam kepayahan, hampir lumpuh, dan juga tanpa arah. Sebagian mendekatkan diri pada Allah, namun menjauh dari manusia. Sebagian lainnya malah membesarkan perutnya lewat jalan kotor yang dulu dibasmi Sang Nabi. Semuanya mendadak menjadi serakah, dan hanya memikirkan dunia itu sendiri, entah itu sorga ataupun dunia.
Seribu empat ratus tahun kemudian, umat yang dicintainya biasa membisikan telinga anak-anaknya dengan kalimat, “jadilah anak sukses, yang bergelimang harta”, sebagian yang lain membisikan, “jangan dekati dia, nanti kamu kafir”, jauh dari filosofi yang telah beliau tanam jauh-jauh hari. Islam memiliki sudut pandang yang khas dan mendasar, dan tentu seorang “Islam KTP” pun akan menjawab “untuk beribadah” ketika ditanya, “apa tujuan diciptakannya manusia di muka bumi ini?”. Itulah sudut pandang yang khas, bahwa manusia diciptakan hanya untuk beribadah, Rasulullah SAW tak pernah memisahkan dunia dan akhirat, keduanya adalah paket combo, dan saling berkaitan; memangkas kesenjangan sosial itu ibadah, menyejahterakan rakyat kecil itu ibadah, mengembalikan uang kembalian yang berlebih itu ibadah. Dunia dan akhirat linear, bukan?
Dan Ramadhan adalah titik awal, dan titik awal adalah bekal. Didalamnya umat Islam perlu melakukan review terhadap point of view soal hidup, soal apa-apa yang tak beres di dunia, melanggengkan kebajikan dengan kebijakan, agar yang benar terlihat baik dan tak melukai. Selamat mengumpulkan bekal, selamat menjalakan revolusi!
Penulis :
Nanda Rijalul Fikri
(Ketua Bidang Tabligh PK IMM AVERROES FT UMS 2019/2020)