Gapura dan Pak Kades
“Besok
gua mau ke magelang shubuh buat koordinir bocah gua yang mau demo di Gejayan
besok” itulah kata teman saya seorang mahasiswa disalah satu kampus di Magelang
sana sekitar satu minggu yang lalu terhitung dari tulisan ini dibuat. Dan mulai
saat itu, ada banyak sekali aksi unjuk rasa yang terjadi di berbagai daerah
sebagai bentuk protes kepada pemerintahan yang dianggap semena-mena dan tidak
memperhatikan aspirasi serta opini publik atas rancangan undang-undang yang
dirumuskan-nya. Sekedar disclaimer
saja bahwa dalam tulisan ini saya tidak akan membahas terkait rancangan
tersebut karena saya hanyalah Mahasiswa Fakultas Teknik yang malas kuliah dan
hukum yang saya pahami hanya sebatas hukum alam karena saya sering menjadi
korban dari hukum tersebut, jadi mohon turunkan ekspektasi anda sebagai pembaca
yang budiman kepada tulisan serampangan ini.
Kembali
ke-topik, demonstrasi yang terjadi merepresentasikan sebuah kejenuhan dari
masyarakat (red : mahasiswa khususnya) atas perilaku para wakil rakyatnya yang
sudah mendapat sebuah stereo-type
cukup buruk, mulai dari tukang tidur sampai tukang korupsi sudah ter- stigma
dengan jelas pada mereka. Mahasiswa yang lama tidak melakukan aksi perlawanan
secara besar besaran pun ikut turun, entah malas masuk kelas atau memang ingin
memperjuangkan hak-hak milik rakyat yang hendak diusik oleh pemerintah.
Tagline yang dibawa oleh kawan-kawan
mahasiswa kali ini adalah #ReformasiDikorupsi
karena pemerintah dianggap mengusik berbagai hal yang sekitar 20 tahun lalu
diperjuangkan oleh para mahasiswa yang
sekarang sudah menua dan tentunya tidak cocok untuk disebut mahasiswa lagi.
Rakyat beramai-ramai menyelamatkan gapura mereka yang peletakan batu pertamanya
di peringati sebagai reformasi, gapura ini bisa kita sebut keadilan atau lebih
tepatnya kebebasan.
Tapi,
disaat rakyatnya saling bahu membahu untuk melindungi gapura tersebut dari
penggusuran yang akan dilakukan oleh para tetua desa dengan beberapa peraturan
anehnya, Pak Kades yang seharusnya ikut membantu rakyatnya malah ngopi asik
bareng jajarannya di selasar rumahnya. Padahal sudah banyak warga yang berunjuk rasa
sambil bawa poster dan banner nyeleneh biar ndak terlalu sepaneng dan acaranya
berjalan ayem tapi tetep aspirasinya didengar oleh pak kades dan para tetua
desa. Tapi karena sudah jenuh dan merasa bahwa aspirasi mereka tidak didengar,
akhirnya massa aksi pun mulai memanas. Para hansip yang juga gamau kalah garang
pun berusaha mengusir mereka dengan semprotan fogging, bentrok pun tak terelakkan dan menimbulkan korban. Tapi
Pak Kades tetap santai sambil menunggu waktu pelantikan periode keduany.
beberapa tetua desa yang hendak menggusur malah memfitnah rakyatnya dengan
tuduhan yang cukup ngawur dan sisanya hanya mengganggap unjuk rasa ini sebagai angin
lalu. Suasana desa nambah liar karena di RT 04 sedang ada kerusuhan akibat
warganya pengen bikin desa baru.
Begitulah
kira-kira keadaan Indonesia sekarang jika di analogikan menjadi sebuah desa,
banyak permasalahan yang muncul justru di akhir periode pemerintahan pusat kali
ini. Entah ada agenda tersembunyi atau mungkin konspirasi global sedang ambil
bagian saya tidak tahu menahu tentang itu,
biarlah ahli teori konspirasi saja yang berurusan dengan hal tersebut.
Yang jelas ada yang tidak beres di Negara kita yang perlu kita ketahui dan
perbaiki, jangan sampai seperti lirik lagunya danilla “rusak sebelah mana ku
tak faham”.
Penulis :
IMMawan Atsiruddin Priza Aufar
( Ketua Bidang Riset dan Pengembangan Keilmuan PK IMM AVERROES FT UMS Periode 2019-2020)
