Oleh : Bidang IMMawati

Tuan dan puan ada sebuah cerita

Cerita lama yang tak terlupa

Tercatat dalam sejarah Indonesia

Marsinah namanya

Jasadnya telah tiada

Gugur dengan siksa dan aniaya

Namanya terngiang disetiap kepala manusia

Kisahnya tayang di layar kaca

Karna apa?

Karna lidah tajamnya untuk penguasa

Marsinah adalah seorang aktivis dan buruh pabrik pada masa Orde Baru, bekerja pada PT. Catur Putera Surya Porong, Sidoarjo, Jawa Timur. Lahir tanggal 10 April 1969, penghargaan yang pernah beliau raih adalah penghargaan Yap Thiam Hien, beliau mendapat penghargaan tersebut karena telah berjasa menegakkan Hak Asasi Manusia di Indonesia. Beliau ditemukan wafat setelah diculik selama 3 hari pada 8 Mei 1993. Marsinah merupakan anak nomor dua dari tiga bersaudara. Ayahnya bernama Sumini dan Ibunya bernama Masti. Pendidikan dasar ditempuhnya di SD Karangasem 189, Kecamatan Gondang. Kemudian, Ia melanjutkan pendidikannya di SMP Negeri 5 Nganjuk. Kemudian, Marsinah melanjutkan pendidikannya di SMA Muhammadiyah.

Pada Bulan April Tahun 1993, para buruh PT. CPS (Catur Putra Surya), tempat Marsinah bekerja sebagai Buruh, mengalami keresahan karena ada kabar kenaikan upah menurut surat edaran Gubernur Jawa Timur. Dalam surat tersebut, disebutkan bahwa terdapat himbauan pada para pengusaha untuk menaikkan upah buruh sebesar 20% dari upah pokok. Marsinah kemudian menuntut kenaikan upah pokok dari Rp 1700 per hari menjadi Rp 2250 per hari, cuti hamil, perhitungan upah lembur, dan pembubaran unit kerja SPSI yang dianggap tidak mewakili kepentingan buruh.

Pada tanggal 3 Mei 1993 seluruh buruh PT. CPS tidak termasuk kerja, kecuali para staf dan Kepala Bagian. Sebagian buruh berkumpul dan mengajak buruh lainnya untuk tidak masuk kerja. Marsinah pun pergi ke kantor Depnaker Surabaya untuk mencari data tentang daftar upah pokok minimum regional yang akan Marsinah perlihatkan kepada pihak pengusaha sebagai penguat tuntutan pekerja hendak mogok. Tanggal 4 Mei 1993, Marsinah dan buruh lainnya melakukan unjuk rasa dengan mengajukan 12 tuntutan. Marsinah dan buruh lainnya menuntut kebebasan untuk berserikat.

Sikap Marsinah yang sangat vokal dan aktif saat unjuk rasa dalam rangka menuntut kenaikan gaji buruh dan keberaniannya menentang perlakuan aparat TNI AD di Kodim Sidoarjo yang secara sewenang-wenang dan tanpa hak meminta beberapa buruh PT CPS menandatangani surat PHK yang pada akhirnya menyebabkan Marsinah dibunuh oleh pihak tertentu untuk meredam aksi buruh di beberapa tempat lainnya di Indonesia saat itu. Mayat Marsinah ditemukan di gubug petani dekat hutan Wilangan, Nganjuk tanggal 9 Mei 1993. Posisi mayat ditemukan tergeletak dalam posisi melintang dengan kondisi terbujur tubuh penuh luka memar bekas pukulan benda keras, pergelangan tangannya lecet, tulang panggul hancur karena pukulan benda keras, dan terdapat bercak-bercak darah pada sela-sela paha yang diduga disebabkan oleh penganiayaan dengan benda tumpul.

Marsinah sebagai seorang pejuang atas nama keadilan dan kemanusiaan. Karena aksinya ia mendapatkan penghargaan “Yap Thiam Hien Human Right Award” dari Yayasan Pusat Studi Hak Asasi Manusia di Jakarta. SMA Muhammadiyah 1 Nganjuk, tempat dahulu ia belajar memberikan piagam penghargaan kepada Marsinah  yang diputuskan dengan seksama disertai rapat dengan Pengurus Daerah Muhammadiyah (PDM) Nganjuk dan guru-guru yang pernah mengajarnya. Marsinah ditetapkan sebagai 'Pejuang dan Pahlawan Kaum Buruh' pada tahun 2015. Pimpinan Pusat Muhammadiyah pun telah menetapkan Marsinah sebagai pahlawan. Sidang Tanwir Muhammadiyah II di Surabaya pada bulan Desember 1993 menetapkan Marsinah sebagai “Pahlawan Pekerja”. 

 

 

 

➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
🔎  Join with our Social Media
📸 Instagram : @immaverroes
🎥 Youtube : IMM Averroes
🕊 Twitter : @immavrroes
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖